Kisah Keledai & Warisan: Mengapa Saudara Kandung Malah “Berbagi” dengan Saudara Se-Ibu?
Dalam Ilmu Faraid, ada satu kasus yang sangat spesial dan unik yang dikenal sebagai Musytarakah (berbagi/berserikat), atau kadang disebut juga Himarriyah (kasus keledai).
Kasus ini sangat menarik karena hasil akhirnya seolah “melanggar” aturan dasar Faraid, padahal justru di situlah letak keadilannya.
Skenario Aneh: Yang Kuat Dapat ZONK!
Kasus Musytarakah hanya terjadi jika ahli warisnya adalah:
- Suami
- Ibu (atau Nenek)
- Saudara Se-Ibu (Minimal 2 orang atau lebih)
- Saudara Kandung (Ada yang Laki-laki)
Mari kita hitung pakai aturan Faraid standar (sebelum ada kasus Musytarakah):
- Suami (karena tidak ada anak) dapat: 1/2
- Ibu (karena ada >= 2 saudara) dapat: 1/6
- Saudara Se-Ibu (karena >= 2 orang) dapat: 1/3 (mereka berbagi 1/3 ini)
- Saudara Kandung (Laki-laki) adalah ‘Asabah (Penerima Sisa).
Sekarang, mari kita jumlahkan bagian “pasti” (Ashabul Furudh):
1/2 + 1/6 + 1/3 = 3/6 + 1/6 + 2/6 = 6/6
Totalnya 6/6! Hartanya HABIS!
Apa artinya? Saudara Kandung (Laki-laki) yang seharusnya jadi ‘Asabah (penerima sisa), malah dapat ZONK (Nol).
Di sinilah letak masalahnya. Saudara Se-Ibu (yang hubungan kerabatnya “lebih lemah”, hanya dari Ibu) malah dapat 1/3 bagian. Sedangkan Saudara Kandung (yang kerabatnya “lebih kuat”, dari Ayah dan Ibu) malah tidak dapat apa-apa.
Solusi Adil dari Sayyidina Umar r.a. (Kisah Si Keledai)
Kasus ini benar-benar terjadi di zaman Khalifah Umar bin Khattab r.a.
Para Saudara Kandung pun protes, “Wahai Amirul Mukminin! Anggaplah ayah kami ini hajar (batu) di lautan, atau anggaplah ayah kami ini himar (keledai). Bukankah kami dan mereka (para Saudara Se-Ibu) SAMA-SAMA lahir dari Ibu yang satu?”
Protes cerdas ini intinya adalah: “Jika ayah kami tidak ‘dihitung’ dan kami sama-sama dari satu ibu, mengapa bagian kami dibedakan (kami dapat 0, mereka dapat 1/3)?”
Sayyidina Umar r.a., setelah ber-ijtihad, akhirnya setuju dengan logika keadilan ini.
Beliau memutuskan: “Kalian semua (Saudara Kandung L/P dan Saudara Se-Ibu) ‘Berserikat’ (Musytarakah) dalam bagian 1/3 itu.”
Artinya, jatah 1/3 yang tadinya “milik” Saudara Se-Ibu, sekarang diambil dan dibagi rata kepada SEMUA saudara yang ada (Kandung L/P + Se-Ibu L/P), seolah-olah mereka semua adalah saudara se-ibu (bagian laki-laki dan perempuan disamakan).
Landasan Fiqih
Kasus ini adalah Ijtihad Sahabat (Umar r.a. dan Utsman r.a.) yang brilian untuk menerapkan ruh keadilan dalam Faraid. Ini adalah solusi atas “konflik” yang timbul dari penerapan literal ayat waris.
Ayat yang menjadi sumber jatah 1/3 (yang diperebutkan) adalah firman Allah SWT:
… فَإِن كَانُوا أَكْثَرَ مِن ذَٰلِكَ فَهُمْ شُرَكَاءُ فِي الثُّلُثِ …
“…Tetapi jika saudara-saudara se-ibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu (syurakaa’) dalam (bagian) yang sepertiga itu…” (QS. An-Nisa: 12)
Ijtihad Sayyidina Umar “memperluas” makna syurakaa’ (bersekutu) ini untuk mencakup Saudara Kandung hanya dalam kasus spesifik ini demi keadilan.
Jangan Ambil Pusing, Biar Kalkulator yang Hitung!
Rumit? Tentu saja. Ini adalah salah satu kasus Fiqih level expert yang sering membuat bingung.
Kabar baiknya, Anda tidak perlu khawatir salah hitung. Engine kami sudah dirancang khusus untuk mendeteksi dan menghitung kasus Musytarakah ini secara otomatis.
Coba Simulasi Kasus Anda di Kalkulator Faraid Lengkap Kami di Sini!
Masukkan 4 ahli waris (Suami, Ibu, 2 Saudara Se-Ibu, 1 Saudara Kandung Laki-laki) dan lihat bagaimana engine kami secara ajaib akan “menggabungkan” bagian mereka sesuai Ijtihad Khalifah Umar bin Khattab r.a.
